Peninggalan Manusia Zaman Paleolitikum 

Peninggalan Manusia Zaman Paleolitikum 

Pendahuluan: Peninggalan Manusia Zaman Paleolitikum 

Dreamhub.id – Salah satu Peninggalan Manusia Zaman Paleolitikum yaitu kapak perimbas yang merupakan alat yang umum masyarakat gunakan untuk mengumpulkan makanan. Dalam hal ini, meskipun membawa makanan dan minuman, masyarakat Batu Tua juga membutuhkan dan menggunakan alat untuk melakukan aktivitas tersebut.​​​

Kapak perimbas dan alat-alat di zaman Batu Tua adalah kasar. Pada zaman Paleolitikum, membuat perkakas dari kayu, batu, dan kayu. Kali ini saja, bagian-bagian yang terbuat dari kayu kini sudah kering, sehingga peninggalan dari batu dan tulang yang bisa Anda temukan saat ini

Kapak perimbas adalah hasil budaya khas pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Kapak perimbas atau chopper adalah peralatan dari batu yang menyerupai kapak genggam, tetapi ukurannya lebih besar dengan tajaman cembung dan lurus pada ujungnya. Dan dalam perkakas batu hasil buatan manusia Pleistosen, ini adalah alat yang paling menonjol di Indonesia. Tradisi kapak perimbas yang masyarakat ciptakan pada prasejarah pada zaman Paleolitikum biasanya sangat stabil dan tidak berubah seiring berjalannya waktu.​​​​ Selain di Indonesia, kawasan ini juga sangat luas di Asia Tenggara dan Asia Tenggara. Perkembangannya mulai dari tingkat akhir Pleistosen Tengah hingga permulaan Holosen di Indonesia sendiri.

Manfaat Pisau Perimbas

Fungsi pisau perimbas atau perajang pada masa berburu tingkat sederhana cukup banyak, seperti:

  • Pedang atau memotong kayu
  • Menusuk dan menguliti binatang buruan
  • Memecahkan tulang 
  • Menggali tanah untuk mencari ubi-ubian​

Ciri-ciri Kapak perimbas 

  • Terbuat dari kayu dan tidak terbentuk secara khusus 
  • Cara pembuatannya sangat sederhana
  • Kantong yang tersangkut hanya di satu sisi saja
  • Tidak mempunyai ikatan apapun 
  • Menggunakannya dengan cara menggenggam

Lokasi Penemuan

Ada tempat di Indonesia di mana Anda dapat menemukan Kapak perimbas. Salah satu tempat yang mungkin cocok untuk piknik adalah Punung, Pacitan. Tradisi kapak perimbas di Punung kemudian diberi nama Kebudayaan Pacitan. Penelitian pertama yang dilakukan di kawasan itu dilakukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1935. Jadi saat ini, daerah Punung adalah lokasi perimbas kapak terpenting di Indonesia. Pohon perimbas juga terdapat di Lahat (Sumatera Selatan), Kamuda (Lampung), Bali, Flores, Timor, Punung (Pacitan), Jampang Kulon ( Sukabumi), Parigi, dan Tambangsawah (Bengkulu). Analisa ahli mengatakan bahwa manusia pendukung masalah ini adalah Pithecanthropus atau keturunannya. Hal ini sejalan dengan lapisan ozon Samudera Pasifik yang terbentuk dari bagian atas Pleistosen Tengah atau bagian bawah Pleistosen Akhir. Selain itu, beberapa fosil spesies manusia bernama Pithecanthropus erectus menemukannya di Gua Choukoutien, China. Fosil ini diberi nama Sinanthropus pekinensis.​ Bagian-bagian pohon yang ditemukan di dalam toples itu mirip dengan bagian pohon yang ditemukan di Pasifik.

Tradisi Kapak Perimbas di Asia Tenggara dan Timur

Perimbasan kapak di Asia Tenggara dan Timur Tidak ada tradisi kapak perimbas di daerah Asia Tenggara lainnya. Misalnya saja di Myanmar yang dipelajari oleh Helmut de Terra, Teilhard de Chardin, dan Hallam L. Movius Jr. antara tahun 1937 hingga 1938. Pada saat yang sama, HR van Heekeren selaku Raja Rama II dari Thailand berhasil menemukan sekelompok gajah di Lembah Sungai Fingnoi, dekat Bahan-kao.​ Hal ini berdampak pada semakin banyak wilayah di luar apa yang kita ketahui di Pasifik, Malaysia, Myanmar, Pakistan, dan Tiongkok. Setelah Perang Dunia II, tradisi perimbas kapak juga muncul di Filipina (Pulau Luzon) dan Vietnam (Hanoi). Elas dari batu yang terdapat di Asia Tenggara dan Asia Timur menunjukkan persamaan yang mencolok dalam bentuk dan teknologi darinya.

Penutup: Peninggalan Manusia Zaman Paleolitikum 

Kapak Perimbas, peninggalan orang yang berhenti dari Zaman Paleolitikum, tersembunyi sunyi di balik museum vitrin, membawa bisikan kisah dari masa lampau. Setiap guratan di puncak gunung bercerita tentang risiko yang penduduk asli hadapi saat membuka lahan dan membangun rumah.

Menyaksikan kapak perimbas mengintip jendela waktu seperti menyukai menyaksikan bagaimana orang-orang di hutan berubah dan menemukan cara baru dalam menjalani hidup. ​Ini memiliki peran penting dalam kehidupan manusia purba, tetapi sederhana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *