DreamHub.id – JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan pilkada ulang paling lambat pada 27 November 2025.
Hal itu menyusul kebijakan MK yang tersebut mengabulkan gugatan dengan Nomor Perkara 126/PUU-XXII/2024, terkait kepastian waktu pilkada ulang jikalau sebuah tempat paslon tunggal kalah dengan kotak kosong. Dalam putusannya, MK memerintah KPU mengatur pilkada ulang paling lambat setahun pasca hari pencoblosan atau 27 November 2025.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 I tentang Penetapan Peraturan otoritas Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, serta Walikota Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tidak ada mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang bukan dimaknai.
“Pemilihan berikutnya dilaksanakan di waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak hari pemungutan suara, kemudian kepala daerah/wakil kepala tempat yang dimaksud terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya yang disebutkan memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala tempat dan juga duta kepala tempat hasil pemilihan serentak berikutnya, sepanjang tidaklah melebihi masa waktu 5 (lima) tahun sejak pelantikan,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam ruang siding, Kamis (14/11/2024).
Diketahui, dalan Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan, pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang mana dimuat di peraturan perundang-undangan. MK menilai kalimat pilpres ulang ‘Tahun Berikutnya’ tak dimaknai secara satu kesatuan.
Adapun, Wakil Ketua MK Saldi Isra, menyampaikan perasaan khawatir para pemohon terkait masa jabatan calon kepala area yang digunakan dimana dilaksanakan pemilihan umum ulang. Sebab jikalau dilaksanakan pilpres ulang akan menghurangi masa jabatan kepala daerah.
“Berkaitan dengan kegelisahan para Pemohon perihal ketiadaan ketentuan yang tersebut mengatur masa jabatan kepala wilayah hasil pemilihan berikutnya pascapemilihan kepala tempat serta delegasi kepala wilayah dengan 1 (satu) pasangan calon yang dimaksud menyebabkan ketidakpastian hukum pada penyelenggaraan pemilihan berikutnya, di area mana di keadaan normal kepala tempat kemudian delegasi kepala wilayah yang mana terpilih dari pemilihan kepala area serentak 2024 akan memangku jabatan selama 5 (lima) tahun,” kata Saldi.
“Sementara apabila pada kondisi kepala wilayah lalu duta kepala tempat terpilih dari pemilihan berikutnya yang tersebut diselenggarakan paling lambat pada tanggal 27 November 2025 tetap memperlihatkan akan memegang jabatan selama 5 (lima) tahun, maka akan berpengaruh pada keserentakan pilkada secara nasional 2029,” sambungnya.
Namun, adanya pilkada ulang ini perlu juga dipikirkan pemeliharaan hukum bagi kepala area yang kurang menjabat dari 5 tahun.
“Berkenaan dengan pengurangan masa jabatan dimaksud, perlu dipikirkan pengamanan hukum bagi kepala tempat kemudian perwakilan kepala tempat yang masa jabatannya tidak ada terpenuhi sampai dengan 5 (lima) tahun. Misalnya, pemeliharaan hukum dapat diadakan dengan pemberian kompensasi sebagaimana diatur di I Pasal 202 UU 8/2015, atau dapat dirumuskan kompensasi di bentuk lain,” tandasnya.