DreamHub.id – JAKARTA – Tuntutan para hakim agar tunjangannya naik 142 persen bukanlah semata demi kepentingan mereka sendiri. Pembaruan kesejahteraan hakim berbanding lurus dengan independensi mereka, khususnya pada waktu berhadapan dengan pihak berperkara yang dimaksud bermodal besar.
Sekretaris Lingkup Advokasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Djuyamto mengatakan, pihak terkait perkara dengan kekuatan modal besar mampu menggunakan segala cara untuk memengaruhi hakim dalam pengadilan baik pidana maupun perdata.
“Apalagi kalau yang mana disidangkan adalah sengketa antara pemodal besar dengan rakyat. Kalau kesejahteraan hakim bagus, independensinya akan tambahan kuat. Putusannya benar-benar adil. Kepentingan rakyat luas terjaga,” ujar Djuyamto di area Jakarta, hari terakhir pekan (11/10/2024).
Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Ar-Rasyid menegaskan aksi 148 hakim dari berbagai wilayah ke Ibukota bertemu berbagai stakeholder sepanjang pekan ini perlu dipandang sebagai upaya menjaga diri agar semata-mata menerima rezeki halal.
“Kami dengan cara legal memperjuangkan kesejahteraan agar tak ada lagi yang dimaksud dapat mengganggu independensi hakim. Kami berjuang untuk cuma memperoleh rezeki halal. Sudah 12 tahun upah kami tak ada kenaikan,” ungkapnya.
Sepanjang pekan ini, sebagian hakim pada Indonesia mengambil cuti secara serentak untuk mendesak kenaikan tunjangan sebesar 142 persen. Angka ini dihitung dari penjumlahan naiknya harga tahunan sejak 2012.
Menurut Fauzan, jumlah agregat hakim di area Indonesia tak lebih lanjut dari 7.000 orang. Hanya perlu penambahan anggaran sekitar Rp3 triliun untuk memenuhi tuntutan mereka.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Albert Aries menambahkan hakim layak disejajarkan dengan pejabat negara meskipun berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). “Ini profesi mulia. Sudah saatnya pendapatan dan juga tunjangan perwakilan Tuhan kurang lebih lanjut mirip dengan duta rakyat,” ucapnya.