DreamHub.id – Bandung – Aktris dan juga sutradara, Eka Nusa Pertiwi mengadakan pertunjukan Post-Teater dalam Studio Teater Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI Bandung pada Hari Jumat malam, 30 Agustus 2024. Pementasan yang digunakan berlangsung selama satu jam tambahan itu merupakan hasil dari tesis penciptaan seni pertunjukan Eka di dalam ISBI Bandung. Puluhan penonton melibatkan dari sebelum hingga pasca pertunjukan.
Orasi seperti demonstrasi oleh orang perempuan di dalam melawan meja menyambut para penonton dalam lorong depan pintu masuk ruang pertunjukan. Isunya mulai dari geger kebijakan pemerintah kalangan elit hingga persoalan sampah pada lingkungan. Sebagai kalimat penutup, penonton diminta untuk menyalakan lampu senter di area handphone masing-masing yang telah lama ditutupi stiker kecil sehingga cahayanya berwarna-warni.
Pertunjukan Teater yang Tak Lazim
Di luar kelaziman pertunjukan teater, ponsel penonton pada pementasan itu malah dibebaskan untuk dipakai sebebas mungkin. Lampu senter pada ponsel yang digunakan dipasangi stiker mungil berwarna-warni oleh pemiliknya, berfungsi menerangi ruang pertunjukan yang digunakan gelap gulita. Kameranya mampu dipakai untuk memotret, merekam video, bahkan menyiarkan pertunjukan secara secara langsung lewat akun media sosial.
Sementara lewat perangkat lunak WhatsApp, instruksi terdiri dari teks, gambar, dan juga video datang bertubi-tubi ke masing-masing gawai penonton. Isi pesannya macam-macam, seperti sepotong kisah perajin kain lurik. Pelantang pernyataan di tempat ponsel bebas dipakai agar terdengar kuping hingga ruangan semakin ramai. Sementara permasalahan lainnya menempel di dalam tembok, yaitu pada kertas-kertas bertuliskan pendapat, cerita, dan juga pengakuan tentang kondisi alam dan juga budaya di area sekitarnya.
Suasana semakin pecah ketika para aktor yang mana menyelinap dalam keramaian penonton beraksi dengan cara khas masing-masing. Secara spontan, penonton yang duduk dalam lantai bangkit lalu bergerak mengikuti para aktor dari sudut ke sudut ruangan, pun oleh aba-aba dari pergerakan pantomim. Dalam pertunjukan tanpa panggung, penata lampu dan juga pengumuman itu, Eka yang tersebut menjadi sutradara mengambil bagian berbaur sama-sama penonton.
Moch Wail memainkan peran dengan bantuan cahaya ponsel penonton di pertunjukan Post Teater di area studio teater ISBI Bandung, Jawa Barat, 30 Agustus 2024. Pertunjukan teater ini melibatkan interaksi bergerak antara penonton dengan pemeran sebagai pertunjukan hasil tesis penciptaan karya Eka Nusa Pertiwi. TEMPO/Prima Mulia
Libatkan Banyak Pemain
Pementasan Post-Teater yang tersebut melibatkan pemain seperti Eko Bambang Wisnu, Wanggi Hoed, Nida Hanifah, dan juga Moch.Wail itu diawasi oleh dosen Arthur S. Nalan, Ipit S. Dimyati, juga pengamat pertunjukan Kedung Darma Romansha. Adapun pasukan penguji tesisnya yaitu Jaeni, Benny Yohannes, juga Afrizal Malna.
Menurut Benny, keberhasilan yang dimaksud paling terlihat dari pertunjukan itu adalah upaya mengkondisikan penonton untuk dapat menciptakan teaternya sendiri. “Penonton kemungkinan besar bertanya kenapa saya ada di tempat sini, kenapa saya harus mengalami ini, masih pentingkah ini untuk saya,” katanya seusai acara.
Pertanyaan personal itu menurut Benny mampu hanya digugurkan oleh dominasi kerumunan penonton yang digunakan memberikan stimulasi tambahan kuat. “Jadi kalau ini mau disebut Post-Teater, salah satunya adalah kematian sutradara,” ujar dia. Alasannya lantaran penonton juga bisa saja menghasilkan teaternya sendiri yang mana tidaklah harus atau memerlukan lagi pengarahan alias penyutradaraan secara langsung.
Tentang Post-Teater
Post-Teater berlatar kondisi pembaharuan di budaya, media juga teknologi, hubungan sosial kemudian struktur rakyat yang dimaksud mengalami perpindahan signifikan. Teater sebagai cerminan dari dinamika itu menurut Eka Nusa Pertiwi, saat ini menghadapi transisi penting dari teater konvensional menuju post-teater. Pertunjukannya merefleksikan realitas yang tersebut semakin terfragmentasi di area era post-truth ketika keyakinan subjektif kerap mengalahkan fakta objektif. “Post-Teater hadir sebagai eksperimen yang digunakan merefleksikan isu-isu yang disebutkan dengan menggali cara baru untuk mengartikulasikan serta menanggapi realitas yang mana kian terfragmentasi,” kata Eka, Jumat, 30 Agustus 2024.
Cerita di pementasannya menggali isu-isu kontemporer, termasuk dominasi perusahaan besar di kegiatan ekonomi global melalui strategi penyebaran berita palsu pada media sosial, konflik Palestina, peluang modal budaya sebagai kekuatan dunia usaha global, regenerasi pengrajin tradisional yang tersebut hampir punah. Isu lain yang diangkat tentang bidang fast fashion juga dampaknya pada lingkungan, nasib buruh, pemutusan hubungan kerja, dan juga ancaman robotisasi dan juga kecerdasan buatan alias AI.
Selain itu, menurut Eka, Post-Teater melibatkan kru lalu penonton sebagai pembuat sekaligus penampil pada pertunjukan yang tersebut terinspirasi dari konsep Audience as Performer dari Caroline Heim. Semua yang hadir akan terlibat secara terlibat mulai dari pra hingga setelahnya pertunjukan.