DreamHub.id – JAKARTA – Iqbaal Ramadhan dibuat kesal pada waktu membintangi film Perayaan Mati Rasa yang mana menandai comeback ke dunia perfilman Indonesia. Hal itu dirasakan pada waktu pertama kali membaca naskah Perayaan Mati Rasa, ia dengan segera emosi.
Iqbaal Ramadhan yang dimaksud merupakan anak kedua pada keluarganya mendapat peran sebagai Ian Antono yang dimaksud menjadi anak pertama dalam film Perayaan Mati Rasa.
Mulanya, Iqbaal berpikir bahwa menjadi anak pertama tentu menyenangkan sebab punya kuasa terhadap adiknya, tetapi malah dibuat sebal dengan karakter Ian itu.
“Jadi anak pertama ya, enak sih sanggup nyuruh-nyuruh. Apa ya? Ya ini pengalaman baru juga sih sebenarnya. Kalau buat saya enggak pernah tahu apa yang dimaksud ada di dalam pikirannya individu anak pertama gitu. Saya jujur ya, pertama kali baca skripnya, saya sebal banget serupa Ian,” ujar Iqbaal pada konferensi pers dalam Epicentrum, Kuningan, Ibukota Indonesia Selatan, Kamis (23/1/2025).
Iqbaal pun sulit untuk mendalami perasaan sebagai anak pertama. Tak tergambar jelas pada benaknya seperti apa lika-liku keberadaan anak pertama, apalagi pada film ini, ditonjolkan pula hubungan Ian dengan adiknya, Uta (Umay Shahab).
“Saya kayak, kenapa deh kayak gini ya? Karena saya enggak pernah ngerti rasa yang dimaksud jadi kakak kan. Ada pemilihan tindakan serta juga konsekuensi yang mana Ian mau ambil tuh. Jalan pikirannya saya enggak ngerti sebagai Iqbal yang digunakan pertama kali baca gitu,” sambungnya.
Setelah terus mencoba menyelami karakter Ian, baru lah Iqbaal memahami pikiran juga tindakan individu Ian Antono sebagai anak pertama pada menjalani kehidupannya.
“Tapi ketika mulai diteliti, diperdalam, lalu akhirnya sanggup masuk ke pada dunia, permasalahan, pikiran serta juga perasaannya Ian Antono baru kayak masuk akal apa yang dimaksud Ian pilih gitu,” lanjut Iqbaal.
Lebih sangat jauh mengenai film Perayaan Mati Rasa, Iqbaal merasa film ini memberikan berbagai pelajaran tentang pentingnya mempunyai empati lalu perhatian yang tersebut mendalam untuk orang lain, apalagi keluarga sendiri.
“Jadi semoga film ini mampu menjadi pengingat bahwa kalau katanya Dul harus jadi setiap saat orang baik supaya punya empati seluas samudera kemudian mengerti bahwa enggak semua orang tuh kayak kita serta enggak apa-apa gitu,” kata Iqbaal.
Film ini juga menekankan mengenai pentingnya komunikasi pada keluarga, baik hubungan orangtua dan juga anak atau pun kakak beradik agar mampu memahami apa yang tersebut dirasakan satu serupa lain demi keharmonisan keluarga tanpa menaruh ekspektasi apa pun.