Australia Nekad Larang Industri Industri Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Optimis atau Salah Arah?

DreamHub.id – JAKARTA – otoritas Australia berencana melarang anak-anak di dalam bawah usia 16 tahun untuk mengakses media sosial. RUU ini diharapkan akan diajukan ke parlemen tahun ini lalu berlaku 12 bulan setelahnya disetujui.

Langkah Australia ini menuai pro lalu kontra. Di satu sisi, larangan ini diharapkan dapat melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial. Di sisi lain, ada perasaan khawatir bahwa larangan ini dapat menghambat perkembangan literasi digital serta mengesampingkan aspek positif media sosial.

Larangan ini direncanakan akan menguji coba sistem verifikasi usia untuk memblokir anak-anak dari akses ke situs media sosial seperti Instagram, Facebook, TikTok, serta X (Twitter).

Zach Rausch, ilmuwan penelitian di dalam NYU Stern School of Business, mengumumkan undang-undang ini sebagai “langkah besar” yang tersebut akan menjadikan Australia “pemimpin global di melindungi anak-anak di tempat dunia maya”.

Namun, Digital Industry Group (DIGI), organisasi nirlaba Australia yang dimaksud mengadvokasi kemajuan sektor digital, mengatakan larangan yang dimaksud sebagai “respons abad ke-20 terhadap tantangan abad ke-21”.

Pro kemudian Kontra Larangan Industri Media Sosial untuk Anak

Argumen Pro:

– Melindungi Bidang Kesehatan Mental Anak: Industri Media sosial dapat berdampak negatif pada kemampuan fisik mental anak, menyebabkan kecanduan, kecemasan, depresi, lalu gangguan citra diri.
– Mencegah Cyberbullying juga Eksploitasi: Anak-anak tambahan rentan terhadap cyberbullying, pelecehan online, serta eksploitasi seksual pada media sosial.
– Menguatkan Fokus dan juga Prestasi Belajar: Industri Media sosial dapat mengganggu konsentrasi serta menurunkan waktu belajar anak.

Argumen Kontra:

– Menghambat Literasi Digital: Melarang media sosial dapat menghambat perkembangan keterampilan literasi digital anak yang digunakan penting di tempat era digital.
– Sulit Diterapkan: Verifikasi usia pada media sosial sulit diterapkan juga anak-anak kemungkinan besar menemukan cara untuk mengakalinya.
– Mengabaikan Aspek Positif: Dunia Pers sosial juga mempunyai aspek positif, seperti memfasilitasi koneksi sosial, akses informasi, serta pengembangan kreativitas.

“Sudah bertahun-tahun, kami dicemooh oleh para pendidik keamanan online lantaran dianggap tertutup juga ekstrem. Padahal, orang tua yang mana berada di tempat garis depan yang digunakan tahu kecacatan yang digunakan diakibatkan media sosial pada anak-anak kita,” ungkap Dany Elachi dari Heads Up Alliance.

Sebaliknya, Sunita Bose dari DIGI mengatakan bahwa melarang remaja untuk mengakses wadah digital adalah respons abad ke-20 terhadap tantangan abad ke-21. “Daripada memblokir akses melalui larangan, kita perlu mengambil pendekatan yang digunakan seimbang untuk menciptakan ruang yang sesuai dengan usia, mendirikan literasi digital, lalu melindungi kaum muda dari bahaya online,” ungkapnya.

Bagaimana tanggapan pemilik platform?

Antigone Davis dari Meta Australia mengatakan bahwa pihaknya menghormati batasan usia apa pun yang digunakan ingin diperkenalkan pemerintah terkait pengaplikasian media sosial.

“Namun, yang justru harus difokuskan adalah diskusi tambahan mendalam tentang bagaimana kita menerapkan perlindungan. Jika tidak, risikonya kita merasa mengambil tindakan yang mana tepat. Padahal, baik remaja maupun orang tua tiada menemukan diri merek di kedudukan yang tersebut lebih besar baik,”bebernya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *